Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1993 Tentang  Satwa dan Bunga Nasional menetapkan Rafflesia Arnoldii sebagai bunga  Nasional yang penyebutannya dikukuhkan sebagai puspa langka. Hanya saja,  minimnya upaya perlindungan dan pelestarian populasi, habitat dan  ekosistem puspa terbesar di dunia yang amat rentan mengalami kepunahan  ini dalam masa kepunahan.
“Sejauh ini, upaya yang dilakukan pemerintah masih sebatas pada  aturan dan kebijakan. Aksi konkret pemerintah masih jauh dari yang  diharapkan. Padahal aksi konkret pemerintah sangat dibutuhkan. Minimnya  upaya pemerintah secara tidak langsung mengakibatkan R. Arnoldi semakin  terancam punah,” kata Koordinator Komunitas Peduli Puspa Langka (KPPL)  Bengkulu Sofian Ramadhan dihubungi Senin (15/6/2015) malam.
Oleh karena itu, Sofian berharap, pelaksanaan Simposium Internasional  Rafflesia dan Amorphophalus 2015 yang akan dilaksanakan pada 14 -17   September 2015 di Bengkulu dapat menghasilkan strategi dan rencana aksi  konservasi R. Arnoldi yang melibatkan pemerintah, swasta, perguruan  tinggi dan masyarakat. “Selama ini, hanya segelintir penduduk lokal yang  berupaya melakukan perlindungan. Itupun dilakukan secara swadaya, tanpa  adanya dukungan atau perhatian dari pemerintah,” tambah Sofian.
Dilansir http://www.mongabay.co.id pada 25 Februari 2015, Peneliti Rafflesia dari Universitas Bengkulu  Agus Susatya menerangkan, rafflesia (termasuk Raffelsia Arnoldii) sangat  rentan mengalami kepunahan karena bersifat holoparasit. Yakni, tidak  memiliki akar, batang dan daun, melainkan hanya berupa kuncup atau bunga  dan dilengkapi haustorium yang memiliki fungsi mirip akar yang  menghisap sari makanan hasil fotosistesa dari tumbuhan inang. Oleh  karena itu, kehidupan rafflesia sangat bergantung pada inangnya. Di lain  sisi, kehidupan inang juga sangat tergantung dengan tumbuhan lainnya  yang menjadi inang strukturalnya.
Siklus hidup rafflesia bisa mencapai 5 tahun dan terdiri dari 7 fase,  meliputi proses penyerbukan, pembentukan buah dan biji, penyebaran  biji, inokulasi biji ke inang, kemunculan kuncup bunga atau knop, kuncup  yang matang dan bunga mekar. Kuncup rafflesia tumbuh di akar atau  batang inang. Sehingga, bisa ditemui tumbuh di permukaan tanah atau  menggantung di batang inang. Kuncup yang menggantung disebut juga aerial  bud.
Masa mekarnya berlangsung antara 3 – 8 hari. Saat musim kemarau,  bunga akan mekar pada hari terjadi hujan. Sedangkan saat musim  penghujan, bunga akan mekar pada hari tidak tejadi hujan. Saat mekar,  bau daging busuk akan tercium dan mengundang banyak lalat. Lalatlah yang  membantu penyerbukan bunga rafflesia. Setelah mekar, mahkota bunga  membusuk. Namun bagian dasar bunga rafflesia betina akan membentuk buah.
Waktu yang diperlukan buah untuk matang berkisar 6 hingga 8 bulan.  Buah rafflesia yang matang biasanya dimakan Tupai (tupai javanica) dan  Landak (Hystrix javanica). Di dalam buah terdapat banyak biji yang  berbentuk polong atau kacang-kacangan. Kulit bijinya sangat keras dan  sulit pecah. Bila tidak mati, biji akan menginokulasi ke inang. “Namun,  bagaimana proses inokulasi biji dan perkembangan biji dalam tubuh inang  belum diketahui,” tambah Agus.
Dari aspek reproduksi, rafflesia memerlukan bunga jantan dan betina  yang mekar agar terjadi penyerbukan, dan agen penyerbukannya. Padahal,  sangat jarang ditemukan bunga jantan dan betina yang mekar saat  bersamaan dalam satu lokasi. Ironisnya lagi, tidak semua bunga betina  yang mengalami penyerbukan akan menghasilkan biji buah yang terletak di  dasar mahkota bunga.
Aspek lainnya adalah kematian rafflesia cukup tinggi. Dari injakan  satwa hutan, dimakan oleh tupai dan landak hingga perusakan kuncup atau  bunga oleh manusia jahil. “Meskipun tidak mengalami gangguan akibat  aktivitas manusia, populasi rafflesia akan cenderung turun atau sangat  rentan mengalami kepunahan. Itu dikarenakan sedikit kuncup yang hidup  dan menjadi bunga, dan sedikit bunga yang menjadi buah, serta sedikit  biji yang berubah menjadi kuncup,” tutur Agus.
Ancaman lebih serius disebabkan oleh pemotongan inang, pembalakan  liar dan perladangan yang tidak mendukung siklus hidup rafflesia. ”Di  dunia, bunga rafflesia masuk dalam kategori terancam punah. Namun,  menurut saya justru sedang dalam masa kepunahan,” kata Agus secara  terpisah sebagaimana dilansir http://www.kompas.com pada 20 Juli 2011. (**) 

Tidak ada komentar:
Posting Komentar